"Bukan
hanya pemerintah sebagai pembuat regulasi dan nelayan sebagai penyedia produk,
kalangan konsumen juga menjadi sasaran kami, karena selama ini hal tersebut
menjadi sektor yang luput dari perhatian”. (Riyanni Djangkaru, Campaign
Director Save Sharks Indonesia)
“Diperkirakan sekitar seratus juta hiu mati setiap
tahunnya karena manusia, salah satunya untuk diambil siripnya”. Kata Teh
Riyanni Djangkaru, begitu dia disapa, seorang Campaign Director Save Sharks
Indonesia yang menjadi narasumber dalam acara “Nongkrong bareng Itong Hiu:
Semarang Sayang Hiu” yang diadakan pada Jumat, 19 Juni di RM. Dapoer Emak,
Semarang. Acara ini diadakan oleh Save Sharks Indonesia dan didukung Marine Diving Club (MDC) Kelautan Undip, Greenpeace Indonesia, dan toko outdoor
Kaldera.
Foto Bareng Acara Semarang Sayang Hiu |
Acara yang bertajuk talkshow, bincang bintang, dan buka puasa bersama ini dipandu oleh
kakak Fahmi Anhar. Dia merupakan seorang travel blogger yang tergabung dalam komunitas Travel Blogger Indonesia (TBI) dan merupakan
salah satu aktivis di #SaveSharks. Sesi pertama talkshow ini diisi oleh teteh Riyanni yang akan memaparkan tentang
kondisi ikan hiu di dunia, khususnya hiu di Indonesia, yang kian terancam
populasinya akibat perburuan yang semakin menggila. Organisasi Pangan dan
Pertanian PBB (FAO) menyebutkan setidaknya 1.145.087 ton produk hiu
diperdagangkan secara global setiap tahun, meskipun hiu termasuk sebagai
spesies yang populasinya terancam punah dan lambat reproduksinya. Siklus
reproduksi hiu mencapai waktu sekitar 8-15 tahun. Sebetulnya hiu bukanlah ikan
yang berbahaya, karena dari sekitar 500 jenis ikan hiu yang ada, hanya 0,02%
yang berbahaya. Bahkan ada dua jenis hiu besar yang pemakan plankton dan ikan
kecil, yaitu Hiu Paus dan Hiu Basking.
Banner Acara Semarang Sayang Hiu |
Teh Riyanni mengatakan bahwa berdasarkan data FAO
pada tahun 2012, Indonesia menjadi peringkat teratas dari 20 negara penangkap
hiu terbesar di dunia. Hal itu disebabkan belum adanya regulasi yang mengatur
terkait penangkapan hiu. Kondisi ini diperparah dengan makin maraknya penjualan
bayi hiu di supermarket- supermarket. Padahal sebagai predator teratas, hiu
mengontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Ikan hiu adalah kunci
keseimbangan ekosistem laut. Dengan adanya pembantaian hiu dewasa untuk diambil
siripnya dan penangkapan bayi hiu, maka populasi spesies yang mendapat julukan
sebagai dokter laut itu semakin terancam.
Seorang Peserta yang sedang Mengajukan Pertanyaan |
Oleh karena itu, Save Sharks Indonesia menjadikan
warga yang menjadi konsumen produk perikanan sebagai sasaran. Menurut Teh
Riyanni, “Bukan hanya pemerintah sebagai pembuat regulasi dan nelayan sebagai
penyedia produk, kalangan konsumen juga menjadi sasaran kami karena selama ini
hal tersebut menjadi sektor yang luput dari perhatian”. Menurutnya, dengan
edukasi seperti ini, masyarakat akan menjadi konsumen yang bijak dalam memilih
produk laut. Save Sharks Indonesia berharap dengan adanya sarasehan “Semarang
Sayang Hiu” ini, masyarakat kota Semarang tidak menjadikan hiu sebagai pilihan
konsumsi mereka, sehingga populasinya akan lebih terjaga.
Teh Riyanni yang sedang Menjawab Pertanyaan |
Setelah penjelasan dari teh Riyanni tentang ikan hiu,
acara kemudian diisi oleh aktivis dari Greepeace Indonesia. Dalam kesempatan
ini, Greenpeace Indonesia menjelaskan tentang isu-isu yang sering mereka angkat
dalam setiap kampanye mereka. Isu-isu tersebut antara lain adalah Hutan,
Perubahan Iklim, Nuklir, Laut dan Pertanian. Selain itu, Greenpeace Indonesia juga
menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan hutan di
Indonesia. Seperti yang kita ketahui, kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan.
Teman-Teman Backpacker Semarang Berfoto Bareng Teh Riyanni |
Tidak hanya acara talkshow,
acara juga dilengkapi dengan sesi tanya jawab. Setiap penanya akan diberikan
sebuah topi yang bertuliskan #SAVESHARKS sebagai souvenir. Selain itu, ada lomba live tweet selama acara
berlangsung. Ada lima orang pemenang yang berhak mendapatkan souvenir di lomba ini. Acara ditutup
dengan santap buka puasa bersama. Setelah buka puasa bersama para peserta,
panitia dan narasumber melakukan sesi foto bersama.
Setelah
Semarang, komunitas Save Sharks Indonesia akan kembali menyelenggarakan kampanye
serupa di Jakarta, Bandung dan Purwokerto. Untuk tahun 2015, komunitas ini
sudah mengadakan kampanye penyelamatan hiu di sejumlah daerah di Pantura Jawa
Barat, DKI Jakarta, dan Yogyakarta. Pada tahun 2014, komunitas Save
Sharks Indonesia telah berkampanye di sejumlah kota di Jawa, Sulawesi,
Bali, dan Papua.
0 comments:
Post a Comment