"Disiplin diri.
Mungkin bisa membuatku lebih belajar menghargai waktu dan konsistensi.
Memaknai setiap proses dalam pencapaian tiap list-nya. Selalu menjadi manusia yang semakin matang. Bukan menjadi
manusia baru"
Ke
Lombok ? list ”Things to do” ? Sepertinya aku harus mulai mencoba membuat list
seperti itu. Menulis beberapa tempat yang ingin aku kunjungi dan hal yang ingin
Aku lakukan sebelum Aku dipanggil yang Maha Kuasa. Sebuah list. Disiplin diri.
Mungkin bisa membuatku lebih belajar menghargai waktu dan konsistensi.
Memaknai setiap proses dalam pencapaian tiap list-nya. Selalu menjadi manusia yang semakin matang. Bukan menjadi
manusia baru.
Menjelang
Maghrib di kota
Solo. Senja semakin berwarna lembayung bersiap menyambut Maghrib. Pintu masuk
malam. Anak-anak dipanggil ibunya
untuk segera mandi dan pergi ke masjid. Pria berkemeja dan wanita dengan
blusnya semakin lalu lalang dengan muka mereka yang kucel. Pak satpam baru saja
menyelesaikan kopinya dan pamitan berangkat ke posnya. Mengantarkanku dalam
lamunan sembari menjemput Bapak. Masih gerah saja kota ini jam segini.
Aku pulang. Setelah hampir tujuh tahun merantau di
Semarang. Sebenarnya tidak dikatakan pulang yang biasa. Karena memang hampir
tiap bulan aku pulang ke Solo. Sekedar menjenguk bapak dan ibu di rumah. Tapi
sekarang aku benar-benar pulang. Membuang segala penat perantauan agar dapat
selalu merawat bapak dan ibu yang sudah memasuki usia senja. Membantu di toko
kelontong milik ibu sementara dan kedepannya mencoba peruntungan di kota ini.
Mendung masih menggantung di langit Solo. Tidak
ada tanda-tanda hujan akan runtuh dari gumpalan awan hitam itu. Menjadikan tengah
hari terasa sangat panas dan gerah. Hanya kipas tua setia berputar dan
geleng-geleng teratur. Berdecit ketika telah sampai diujung gelengnya dan mulai
geleng kearah yang lain. Menemaniku membuka foto-foto lama yang aku himpun
melalui kameraku ini. Hasil jerih payah di Semarang sana. Kamera Canon yang
telah menemaniku selama masa perantauan. Mengabadikan setiap momen yang
menarik. Sebuah hobi yang akan aku seriusi. Mengembangkan kemampuan berfoto
semaksimal mungkin. Dan menjadikannya bagian dari hidupku. Sebuah teman tanpa
nyawa. Sebuah kekasih tanpa desah.
Walaupun sudah
dibilang mainstream. Bagaimanapun hobi
adalah hobi. Hobi adalah kebahagiaan. Bukannya kebahagiaan hanya masing-masing yang merasakan. Dulu, kegiatan trekking menyusuri alam tidaklah seramai
sekarang. Hanya segelintir yang ingin benar susah payah untuk melakukan hal
semacam itu. Saat puncak gunung masih relatif sepi dan hanya ada beberapa tenda
di tepi-tepi rimba maupun puncaknya. Saat pantai hanya ombak yang dapat
didengar dan beberapa kicauan dari hutan belakang. Semakin kesini hal tentang
susur alam semakin banyak peminatnya. Gunung mulai ramai, pantai mulai riuh.
Kita pun tidak mampu sinis untuk mengatakan bahwa gunung dan pantai lebih enak
sepi. Kayak dulu. Itu egois. Walaupun tidak dapat dipungkiri menjadi satu
dengan alam, membaur secara privasi adalah hal yang sangat kurindukan. Di
gunung dan lainnya, destinasi yang membentuk karakterku menuju kedewasaanku.
Setidaknya buat kita sekarang adalah menjaga kebersihan dan kelestarian alam.
Suara khas Nokia terdengar. Ada pesan dari teman
Semarang. Dia mengabarkan kalau dua minggu lagi dia akan mulai long trip tiga bulan penuh dan aku
diajaknya. Karena memang dia sendirian. Dia tahu kalau aku baru saja keluar
dari tempat kerjaku dan beranggapan kalau aku memiliki waktu luang. Waktu luang?
Dia menyindir atau bagaimana. Aku dirumah sibuk membantu bapak dan ibuku.
Tujuannya adalah menuju timur. Menyeberang dua tiga pulau dan berakhir di
Sumbawa lalu pulang ke Semarang. Kenapa harus dua bulan. Bukankah kalau
rata-rata tiga minggu pun menurutku sudah cukup. Pribadi yang aneh.
Hmmm sialan, ajakan temanku menjadkan badai yang
berkecamuk memberontak dalam otak. Sebuah perjalanan panjang dan lama.
sepertinya menarik. Ada apa tiga bulan di perjalananku nantinya. Lebih baik
tidak perlu terlalu dipikirkan. Aku lanjutkan melihat gambar-gambar di
laptopku. Gambar kenangan. Tentang perjalanan lalu. Tentang cerita yang
menjejali rongga rindu. Bersama bermacam orang. Orang baru yang sekarang
kujadikan keluarga Keluarga diluar rahim ibu. Karena setiap pertemuan adalah
hal sakral bagiku. Adalah pintu menjalin saudara baru. Suara klik mouse, sepoi kipas dan badan yang
tengkurap diatas lantai dingin mengantarkanku menuju kantuk. Hampir ashar. Pak Muadzin
mulai check sound untuk menyeruakan
waktu sholat.
Novel Akar
menemaniku menyeberang ke pulau Lombok dari pulau Bali. Deburan ombak
menggoyang-goyang kapal ferry tua yang kuat menantang ombak selat Lombok.
Kurang lebih dua minggu aku rencanakan untuk singgah di Lombok. Tujuan utamaku
ke Lombok tentunya adalah gunung Rinjani. Surganya para pendaki konon.
Selanjutnya aku habiskan untuk mengunjungi beberapa pantai-pantai di sana. Kebetulan
aku mempunyai kenalan di kota Mataram. Jadi bisa sekalian aku jadikan guide gratis. Lumayan. Itinerary sudah aku
persiapkan mantap agar tidak ada waktu yang terbuang atau terlewatkan.
Ferry telah bersandar di pelabuhan Lombok.
Akhirnya aku sampai juga di pulau Lombok. Salah satu daftar list ”things to do” sebelum mati. Oke coret satu list lagi. Alhamdulillah. Selanjutnya aku akan ke jantung Mataram
untuk menemui temanku dan aku berencana untuk menginap semalam di rumahnya.
Penumpang yang turun dari kapal ternyata lumayan padat. Berjubelan dengan aku
yang sedikit pelan-pelan karena mennggendong tas carrier yang lumayan besar. Tiba-tiba entah ada apa di belakang,
ada yang mendorong tubuhku dari belakang. Karena masih gontai karena agak mabuk
laut, aku tidak bisa menjaga keseimbangan dan jatuh ke laut. Agak susah aku
berenang karena ada carrier di
punggung. Terasa kaki kram. Sial, susah sekali lolos dari air. Dalam hati
mengeluh apakah cuma sampai sini perjalananku ke pulau Lombok.
Lagu Float menggema disebelah telinga. Mendayu
namun keras, Seketika membangunkan dari mimpi. Ada telepon dari bapak kalau dia
minta jemput di depan gang kampung. Badan serasa remuk dan lemas. Selepas
menyadarkan diri 100 persen dan mencuci muka langsung ambil motor untuk
menjemput beliau. Mimpi sore memang selalu tidak manis dan sepertinya aku tadi
lupa berdoa.
Penulis Mualim
0 comments:
Post a Comment