More than just Travel. But also Cultures, Friendship, and Experiences

Thursday 18 June 2015

Kala Beranda Semakin Terik

"Disiplin diri. Mungkin bisa membuatku lebih belajar menghargai waktu dan konsistensi. Memaknai setiap proses dalam pencapaian tiap list-nya. Selalu menjadi manusia yang semakin matang. Bukan menjadi manusia baru"

Aku pulang. Setelah hampir tujuh tahun merantau di Semarang. Sebenarnya tidak dikatakan pulang yang biasa. Karena memang hampir tiap bulan aku pulang ke Solo. Sekedar menjenguk bapak dan ibu di rumah. Tapi sekarang aku benar-benar pulang. Membuang segala penat perantauan agar dapat selalu merawat bapak dan ibu yang sudah memasuki usia senja. Membantu di toko kelontong milik ibu sementara dan kedepannya mencoba peruntungan di kota ini.

Mendung masih menggantung di langit Solo. Tidak ada tanda-tanda hujan akan runtuh dari gumpalan awan hitam itu. Menjadikan tengah hari terasa sangat panas dan gerah. Hanya kipas tua setia berputar dan geleng-geleng teratur. Berdecit ketika telah sampai diujung gelengnya dan mulai geleng kearah yang lain. Menemaniku membuka foto-foto lama yang aku himpun melalui kameraku ini. Hasil jerih payah di Semarang sana. Kamera Canon yang telah menemaniku selama masa perantauan. Mengabadikan setiap momen yang menarik. Sebuah hobi yang akan aku seriusi. Mengembangkan kemampuan berfoto semaksimal mungkin. Dan menjadikannya bagian dari hidupku. Sebuah teman tanpa nyawa. Sebuah kekasih tanpa desah.

Walaupun sudah dibilang mainstream. Bagaimanapun hobi adalah hobi. Hobi adalah kebahagiaan. Bukannya kebahagiaan hanya masing-masing yang merasakan. Dulu, kegiatan trekking menyusuri alam tidaklah seramai sekarang. Hanya segelintir yang ingin benar susah payah untuk melakukan hal semacam itu. Saat puncak gunung masih relatif sepi dan hanya ada beberapa tenda di tepi-tepi rimba maupun puncaknya. Saat pantai hanya ombak yang dapat didengar dan beberapa kicauan dari hutan belakang. Semakin kesini hal tentang susur alam semakin banyak peminatnya. Gunung mulai ramai, pantai mulai riuh. Kita pun tidak mampu sinis untuk mengatakan bahwa gunung dan pantai lebih enak sepi. Kayak dulu. Itu egois. Walaupun tidak dapat dipungkiri menjadi satu dengan alam, membaur secara privasi adalah hal yang sangat kurindukan. Di gunung dan lainnya, destinasi yang membentuk karakterku menuju kedewasaanku. Setidaknya buat kita sekarang adalah menjaga kebersihan dan kelestarian alam.

Suara khas Nokia terdengar. Ada pesan dari teman Semarang. Dia mengabarkan kalau dua minggu lagi dia akan mulai long trip tiga bulan penuh dan aku diajaknya. Karena memang dia sendirian. Dia tahu kalau aku baru saja keluar dari tempat kerjaku dan beranggapan kalau aku memiliki waktu luang. Waktu luang? Dia menyindir atau bagaimana. Aku dirumah sibuk membantu bapak dan ibuku. Tujuannya adalah menuju timur. Menyeberang dua tiga pulau dan berakhir di Sumbawa lalu pulang ke Semarang. Kenapa harus dua bulan. Bukankah kalau rata-rata tiga minggu pun menurutku sudah cukup. Pribadi yang aneh.

Hmmm sialan, ajakan temanku menjadkan badai yang berkecamuk memberontak dalam otak. Sebuah perjalanan panjang dan lama. sepertinya menarik. Ada apa tiga bulan di perjalananku nantinya. Lebih baik tidak perlu terlalu dipikirkan. Aku lanjutkan melihat gambar-gambar di laptopku. Gambar kenangan. Tentang perjalanan lalu. Tentang cerita yang menjejali rongga rindu. Bersama bermacam orang. Orang baru yang sekarang kujadikan keluarga Keluarga diluar rahim ibu. Karena setiap pertemuan adalah hal sakral bagiku. Adalah pintu menjalin saudara baru. Suara klik mouse, sepoi kipas dan badan yang tengkurap diatas lantai dingin mengantarkanku menuju kantuk. Hampir ashar. Pak Muadzin mulai check sound untuk menyeruakan waktu sholat.

Novel Akar menemaniku menyeberang ke pulau Lombok dari pulau Bali. Deburan ombak menggoyang-goyang kapal ferry tua yang kuat menantang ombak selat Lombok. Kurang lebih dua minggu aku rencanakan untuk singgah di Lombok. Tujuan utamaku ke Lombok tentunya adalah gunung Rinjani. Surganya para pendaki konon. Selanjutnya aku habiskan untuk mengunjungi beberapa pantai-pantai di sana. Kebetulan aku mempunyai kenalan di kota Mataram. Jadi bisa sekalian aku jadikan guide gratis. Lumayan. Itinerary sudah aku persiapkan mantap agar tidak ada waktu yang terbuang atau terlewatkan.

Ferry telah bersandar di pelabuhan Lombok. Akhirnya aku sampai juga di pulau Lombok. Salah satu daftar listthings to do” sebelum mati. Oke coret satu list lagi. Alhamdulillah. Selanjutnya aku akan ke jantung Mataram untuk menemui temanku dan aku berencana untuk menginap semalam di rumahnya. Penumpang yang turun dari kapal ternyata lumayan padat. Berjubelan dengan aku yang sedikit pelan-pelan karena mennggendong tas carrier yang lumayan besar. Tiba-tiba entah ada apa di belakang, ada yang mendorong tubuhku dari belakang. Karena masih gontai karena agak mabuk laut, aku tidak bisa menjaga keseimbangan dan jatuh ke laut. Agak susah aku berenang karena ada carrier di punggung. Terasa kaki kram. Sial, susah sekali lolos dari air. Dalam hati mengeluh apakah cuma sampai sini perjalananku ke pulau Lombok.

Lagu Float menggema disebelah telinga. Mendayu namun keras, Seketika membangunkan dari mimpi. Ada telepon dari bapak kalau dia minta jemput di depan gang kampung. Badan serasa remuk dan lemas. Selepas menyadarkan diri 100 persen dan mencuci muka langsung ambil motor untuk menjemput beliau. Mimpi sore memang selalu tidak manis dan sepertinya aku tadi lupa berdoa.

Ke Lombok ? listThings to do” ? Sepertinya aku harus mulai mencoba membuat list seperti itu. Menulis beberapa tempat yang ingin aku kunjungi dan hal yang ingin Aku lakukan sebelum Aku dipanggil yang Maha Kuasa. Sebuah list. Disiplin diri. Mungkin bisa membuatku lebih belajar menghargai waktu dan konsistensi. Memaknai setiap proses dalam pencapaian tiap list-nya. Selalu menjadi manusia yang semakin matang. Bukan menjadi manusia baru.

Menjelang Maghrib di kota Solo. Senja semakin berwarna lembayung bersiap menyambut Maghrib. Pintu masuk malam. Anak-anak dipanggil ibunya untuk segera mandi dan pergi ke masjid. Pria berkemeja dan wanita dengan blusnya semakin lalu lalang dengan muka mereka yang kucel. Pak satpam baru saja menyelesaikan kopinya dan pamitan berangkat ke posnya. Mengantarkanku dalam lamunan sembari menjemput Bapak. Masih gerah saja kota ini jam segini.
Penulis  Mualim 

0 comments:

Post a Comment

We Are Backpacker Semarang

We Are Backpacker Semarang
Komunitas Backpacker Semarang merupakan sebuah komunitas travelling yang ada di kota Semarang.

Yang Sering Dibaca

Instagram @bpisemarang